JAKARTA :Tertanggal 15 Juni 2020 Badan Pusat Statistik (BPS) menerbitkan laporan perihal Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) tahun 2020.
Dari laporan tersebut tampak mengekspos kondisi membaiknya perilaku anti-korupsi, yang mana terdapat peningkatan IPAK di tahun ini ketimbang tahun-tahun sebelumnya.
Untuk tahun 2020 IPAK Indonesia tercatat sebesar 3,84 ketimbang sebelumnya tahun 2019 yang cuma sebesar 3,70. Artinya agenda pencegahan korupsi, utamanya sejak rejim Firli cs memimpin komisi anti-rasuah yang baru seumur jagung, sangat efektif.
BPS mengukur IPAK dengan skala 0 sampai 5. Kalau nilai indeks ditahun ini hampir menembus angka 4? Jelas agenda-agenda pencegahan yang punya nilai lebih mesti diutamakan agar dapat memecahkan kebuntuan akan brutalitas korupsi, baik itu sebagai praksis politik maupun wacana.
Kalau mengacu pada data tersebut, kerja-kerja anti rasuah ke depan mesti memberi porsi lebih pada aspek pencegahan. Dalihnya sederhana:
Dari data itu IPAK dalam dimensi pengalaman untuk tahun ini (2020) mengalami peningkatan sebesar 0,26 poin menjadi 3,91 dibanding tahun sebelumnya (2019) yang hanya 3,65 poin.
Sedangkan IPAK dalam dimensi persepsi untuk tahun 2020 justru 0,38 menurun 0,12 poin dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 3,80. Kondisi paradoksal ini mesti di siasati dengan memasukkan agenda antirasuah dibidang pendidikan, keagamaan dan lain-lain.
Agenda pencegahan antara kota dengan desa tampak cenderung parsial. Kita bisa amati dari data BPS yang mencatat IPAK di wilayah kota untuk tahun ini naik lebih tinggi (3,87) dibanding wilayah pedesaan (3,81).
Dengan demikian agenda pencegahan mesti diorientasikan tuk pembangunan demokrasi kota-desa yang imparsial dengan bertumpu pada pendidikan politik.
Untuk di tataran kaum terpelajar di bawah SLTA sebesar 3,80; SLTA sebesar 3,88: di atas SLTA sebesar 3,97. Artinya sinergi komisi antirasuah dengan lembaga pendidikan sangat berhasil. Tinggal bagaimana capaian ini di pertahankan dan ditingkatkan melalui kurikulum lembaga pendidikan.
Dengan kata lain asumsi orang berpendidikan itu cenderung korup suda terbantahkan. Karena asumsi itu cenderung pada personal daripada substansi pendidikan.
Begitu pun IPAK masyarakat yang berusia di atas dan di bawa 40 tahun cukup baik. Untuk yang berumur 40-59 indeksnya 3,84 dan yang berusia 60 tabun sebesar 3,82. Sedangkan masyarakat yang berumur di bawah 40 tahun indeksnya sebesar 3,85.
Meski indeksnya tidak merata, dengan basis poin yang telah ada itu sudah menandakan adanya kondisi yang cukup baik. Karena skala rata-ratanya di kisaran poin 0,35 ke atas.
Data yang dari BPS sejatinya membawa optimisme akan agenda pemberantasan korupsi. Lebih-lebih sekarang desain kelembagaan di arahkan untuk penguatan sinergi antar lembaga.
Sudah barang tentu peluang ini harus dimanfaatkan demi agenda antirasuah yang lebih baik. Tinggal sekarang ini bagaimana dengan political will dari pimpinan lembaga-lembaga terkait, utamanya KPK di bawah pimpinan Firli Bahuri. (*)